REFLEKSI 2009 PREDIKSI 2010 Kegagalan Reformasi dan Gelombang Baru Gerakan Sosial
Dalam acara “Refleksi 2009, Prediksi 2010” yang digelar di Rumah Perubahan, Jalan Panglima Polim, Jakarta (Minggu, 27/12), Komite Kebijakan Publik yang terdiri dari Adhie M Massardi, Abdulrachim Kresno, Rusmin Effendy, Octaniva Sari, Lalu Hilman Afriandi, dan Teguh Santosa memberi catatan atas pemerintahan SBY-Boediono dan trend baru gerakan sosial.
Berikut sebagian pernyataan yang disampaikan Komite Kebijakan Publik:
Belakangan ini, muncul trend baru dalam bentuk gerakan moral masyarakat civil society sebagai simbol perlawanan rakyat menentang kezaliman dan perlakuan yang tidak adil dalam berbagai bentuk dan ekspresi. Seperti gerakan parlemen online melalui Facebookers. Kasus kriminalisasi terhadap pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Kasus Prita Mulyasari yang melakukan perlawanan dengan cara gerakan mengumpulkan koin. Terakhir gelombang protes terhadap pengadilan Emak Minah yang divonis karena mencuri tiga biji kakao.
Kini, gerakan protes menentang rezim otoritarian bukan lagi milik para aktivis kampus, LSM dan tokoh parpol, tapi sudah menjadi milik para ibu rumah tangga yang menuntut keadilan dalam bentuk gerakan moral. Tampaknya fenomena gerakan civil society ini dipastikan akan menjadi semacam di tahun-tahun mendatang sebagai gerakan moral menentang ketidakadilan yang dilakukan para penguasa secara tidak semena-mena kepada rakyat.
Kenyataan ini memang sulit dibantah. Publik seolah-olah sudah mulai frustasi dengan partai politik dan DPR yang terkesan hanya sebagai pelengkap dalam sistem politik yang semuanya didasarkan pada nilai transaksional. Rakyat yang ada sekarang sudah tidak bisa dibohongi lagi, bahkan mereka memandang partai politik hanya sebagai alat kepentingan para elite untuk menuju kursi kekuasaan.
Sehingga, cita-cita reformasi yang diharapkan mampu melahirkan kondisi yang lebih baik dan keluar dari belenggu kekuasaan otoriter ala Orba, guna memperbaiki kondisi keadilan dan kesejahteraan rakyat yang kini seolah-olah mati suri. Apabila hal ini tidak terjadi, maka reformasi yang diagung-agungkan akan tinggal menjadi bagian cerita masa lalu yang tersimpan dalam teks-narasi buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Kita sepakat menilai, kegagalan reformasi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, reformasi gagal membersihkan para aktor korupsi dari birokrasi pemerintahan. Reformasi hanyalah jargon, bukan proses penggantian sistem dan penggantian dengan aktor politik yang berintegritas. Kedua, reformasi gagal karena telah ditunggangi kepentingan subjektif para oportunis politik. Ketiga, reformasi gagal karena tidak ada kontrol gerakan civil society yang kuat dan berkelanjutan.
Karena itu, gerakan moral rakyat harus pula menyadari realitas bahwa demokrasi (pemilu) di negeri ini telah dimenangi oleh para pemilik pemodal, sehingga bermetamorfosa menjadi demokrasi pasar. Demokrasi dengan segenap janji-janji surga agar rakyat terlena dalam mimpi-mimpi yang tak pernah menjadi kenyataan.
Untuk menghadapi semua itu, gerakan moral rakyat harus memiliki ideologi yang kuat, agar bisa mendorong proses demokrasi yang berjiwa kerakyatan, yang memberikan ruang bagi terakomodasikannya kepentingan objektif kelompok miskin dan masyarakat yang lemah secara ekonomi.
Sebab tanpa mengubah paradigma demokrasi yang sangat pragmatis dan transaksional seperti sekarang, sulit muncul sosok pemimpin yang bersih, jujur, idealis, populis, cerdas dan memegang amanat rakyat yang sebenarnya.
sumber : www.rakyatmerdeka.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar